Monday 29 December 2008


NUTRISI PARENTERAL

Latar Belakang

Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusi menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ dan jaringan tubuh (Rock CL, 2004).Status nutrisi normal menggambarkan keseimbangan yang baik antara asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi (Denke, 1998; Klein S, 2004). Kekurangan nutrisi memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap struktur dan fungsi hampir semua organ dan sistem tubuh (Suastika,1992).

Terdapat 3 pilihan dalam pemberian nutrisi yaitu diet oral, nutrisi enteral dan nutrisi parenteral. Diet oral diberikan kepada penderita yang masih bisa menelan cukup makanandan keberhasilannya memerlukan kerjasama yang baik antara dokter, ahli gizi,penderita dan keluarga. Nutrisi enteral bila penderita tidak bisa menelan dalam jumlah cukup, pencernaan masih berfungsi atau berfungsi sebagian dan tidak ada kontraindikasi maka diet enteral (EN) harus dipertimbangkan, karena diet enteral lebih fisiologis karena meningkatkan aliran darah mukosa intestinal, mempertahankan aktivitas metabolik serta keseimbangan hormonal dan enzimatik antara traktus gastrointestinal dan liver.

Diet enteral mempunyai efek enterotropik indirek dengan menstimulasi hormon usus seperti gastrin, neurotensin, bombesin, enteroglucagon. Gastrin mempunyai efek tropik pada lambung, duodenum dan colon sehingga dapat mempertahankan integritas usus,mencegah atrofi mukosa usus dan translokasi bakteri, memelihara gut-associated lymphoid tissue (GALT) yang berperan dalam imunitas mukosa usus (Shike,1996;Bruera, 2003; Rombeau, 2004; Trujillo, 2005; Boediwarsono, 2006).Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan. Para peneliti sebelumnya menggunakan istilah hiperalimentasi sebagai pengganti pemberian makanan melalui intravena, dan akhirnya diganti dengan istilah yang lebih tepat yaitu Nutrisi Parenteral Total, namun demikian secara umum dipakai istilah Nutrisi Parenteral untuk menggambarkan suatu pemberian makanan melalui pembuluh darah. Nutrisi parenteral total (TPN) diberikan pada penderita dengan gangguan proses menelan, gangguan pencernaan dan absorbsi (Bozzetti, 1989; Baron, 2005; Shike 1996; Mahon, 2004;Trujillo,2005).

Pemberian nutrisi parenteral hanya efektif untuk pengobatan gangguan nutrisi bukan untuk penyebab penyakitnya.Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit memegang peranan penting dalam menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi parenteral. Sebagai contoh pada orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih membutuhkan penanganan dini dibandingkan dengan orang-orang yang menderita kelaparan tanpa komplikasi.

Pasien-pasien dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas seperti pada luka dan fistula juga sangat rentan terhadap defisit zat nutrisi sehingga membutuhkan nutrisi parenteral lebih awal dibandingkan dengan pasien-pasien yang kebutuhan nutrisinya normal.Secara umum, pasien-pasien dewasa yang stabil harus mendapatkan dukungan nutrisi 7 sampai dengan 14 hari setelah tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat sedangkan pada pasien-pasien kritis, pemberian dukungan nutrisi harus dilakukan dalam kurun waktu 5 sampai dengan 10 hari (ASPEN, 2002).

Berdasarkan cara pemberian Nutrisi Parenteral dibagi atas (ASPEN, 1995):
1.Nutrisi Parenteral Sentral.
2.Nutrisi Parenteral Perifer.

Tujuan

1. Menyediakan nutrisi bagi tubuh melalui intravena, karena tidak memungkinkannya
saluran cerna untuk melakukan proses pencernaan makanan.
2. TPN digunakan pada pasien dengan luka bakar yang berat,pancreatitis,inflammatory
bowel syndrome,inflammatory bowel disease, ulcerative colitis, acute renalfailure, hepatic failure, cardiac disease, pembedahan dan cancer.
3. Mencegah lemak subcutan dan otot digunakan oleh tubuh untuk melakukan katabolisme energy.


Dasar Fisiologi

1. Apabila di dalam aliran darah tidak tercukupi kebutuhan nutrisinya, kekurangan kalor dan nitrogen dapat terjadi.
2. Apabila terjadi defisiensi nutrisi,proses glukoneogenesis akan berlangsung dalam tubuh untuk mengubah protein menjadi karbohidrat.
3. Kebutuhan kalori Kurang lebih 1500 kalori/hari,diperlukan oleh rata-rata dewasa untuk mencegah protein dalam tubuh untuk digunakan.
4. Kebutuhan kalori menigkat terjadi pada pasien dengan penyakit hiper metabolisme, fever, injury, membutuhkan kalori sampai dengan 10.000 kalori/hari.
5. Proses ini menyediakan kalori yang dibutuhkan dalam konsentrasi yang langsung ke dalam system intravena yang secara cepat terdilusi menjadi nutrisi yang tepat sesuai toleransi tubuh.

Indikasi Nutrisi Parenteral

1. Sebagai pengganti untuk oral nasogastrik,bila ini tidak efektif,tidak memungkinkan dan berbahaya. TPN digunakan dalam kondisi sebagai berikut:
· Kronik vomiting
· Cancer, radiotherapy atau chemoteraphy
· Stroke
· Anorexia nervosa

2. Sebagai supplemen untuk pasien yang kehilangan banyak nitrogen ( pasien dengan luka bakar, kanker metastatic, radiasi dan chemoteraphy.
Mengistirahatkan gastrointestinal :
· Gastrointestinal fistula, Extensive inflammatory bowel disease
· Intestinal resection
· Intestinal obstruction
· Multiple gastro intestinal surgery,gastro intestinal trauma, intoleranc eenteral feeding yang berat.

Kontra Indikasi

Pemberian nutrisi parenteral secara rutin tidak direkomendasikan pada kondisikondisi
klinis sebagai berikut :
· Pasien-pasien kanker yang sedang menjalankan terapi radiasi dan kemoterapi.
· Pasien-pasien preoperatif yang bukan malnutrisi berat.
· Pankreatitis akut ringan.
· Kolitis akut.
· AIDS.
· Penyakit paru yang mengalami eksaserbasi.
· Luka bakar.
· Penyakit-penyakit berat stadium akhir (end-stage illness).

Jenis Nutrisi Parenteral

Lipids (fat emulsions)
· Lipid diberikan sebagai larutan isotonis yang dapat diberikan melalui venaperifer. Lipid diberikan untuk mencegah dan mengoreksi defisiensi asam lemak. Sebagian besar berasal dari minyak kacang kedelai yang komponen utamanya adalah linoleic, oleic, palmitic, linolenic, dan stearic acids. Jangan menambah sesuatu ke dalam larutan emulsi lemak.

· Periksa botol terhadap emulsi yang terpisah menjadi lapisan lapisan atau berbuih, jika ditemukan,jangan digunakan, dan kembalikan ke farmasi. Jangan menggunakan IV filter karena partikel di emulsi lemak terlalu besar untuk mampu melewati filter.
· Filter 1.2 μm atau lebih besar digunakan untuk memungkinkan emulsi lemak lewat melalui filter.
· Gunakan lubang angin karena larutan ini tersedia dalam kemasan botol kaca. Berikan TPN ini pada awalnya 1 ml/menit, monitor vital sign setiap 10 menit dan observasi efek samping pada 30 menit pertama pemberian.
· Jika ada reaksi yang tidak diharapkan, segera hentikan pemberian dan beritahu dokter.
· Jika tidak ada reaksi yang tidak diharapkan, lanjutkan kecepatan pemberian sesuai resep.
· Monitor serum lipid 4 jam setelah penghentian pemberian.
· Monitor terhadap tes fungsi hati, untuk mengetahui kegagalan fungsi hati dan ketidak mampuan hati melakukan metabolism lemak.

Karbohidrat
Yang terutama dalam bentuk glukosa dari 5% (peripheral)sampai dengan 50% -70% (Centralvenous parenteral).
Vitamin
Mineral
Elektrolit

Contoh Nutrisi Parenteral Yang Tersedia di lapangan antara lain :

1. Clinimix N9G15E adalah larutan steril, non pirogenik untuk infus intravena. Dikemas dalam satu kantong dengan dua bagian: satu berisi larutan asam amino dengan elektrolit, bagian yang lain berisi glukosa dengan kalsium.Tersedia dalam ukuran 1 liter

Composition
Nitrogen (g) 4.6 Asam Amino (g) 28 Glukosa 75 (g) 75 Total kalori (kkal) 410 Kalori
glukosa (kkal) 300 Natrium (mmol) 35 Kalium (mmol) 30 Magnesium (mmol) 2.5 Kalsium (mmol) 2.3 Asetat (mmol) 50 Klorida (mmol) 40 Fosfat dalam HPO4--(mmol) 15 pH 6 Osmolaritas (mOsm/l) 845

2. Cernevit adalah preparat multivitamin yang larut dalam air maupun lemak (kecuali vitaminK) dikombinasi dengan mixed micelles (glycocholic acid dan lecithin). Mengingat kebutuhan vitamin tubuh yang mungkin berkurang karena berbagai situasi stress (trauma, bedah, luka bakar, infeksi) yang dapat memperlambat proses penyembuhan.
Composition
Setiap vial mengandung:
Retinol Palmitat Amount corresponding to retinol 3.500 IU, Cholecalciferol 220 IU, DL alphatocopherol 10.200 mg ,Amount corresponding to alphatocopherol 11.200 IU, Asam Askorbat 125.000 mg, Cocarboxylase tetrahydrate 5.800 mg, Amount corresponding to thiamine 3.510 mg ,Riboflavine sodium phosphate dihydrate 5.670 mg , Amount corresponding to riboflavine 4.140 mg, Pyridoxine Hydrochloride 5.500 mg ,Amount corresponding to Pyridoxine 4.530 mg, Cyanocobalamine 0.006 mg, Asam Folat 0.414 mg ,Dexpanthenol 16.150 mg, Amount corresponding to Pantothenic Acid 17.250 mg ,Biotin 0.069 mg, Nicotinamide 46.000 mg, Glisin 250.000 mg ,Glycoholic Acid 140.000 mg Soya Lecithin 112.500 mg, Sodium hydroxide q.s. pH=5.9.


Tindakan Keperawatan

1. Keluarkan Cairan TPN dari dalam lemari es 30 menit sebelum prosedur.
Rasional : cairan yang dingin dapat menyebabkan nyeri, hypothermia, spasme vena dan konstriksi.
2. Bandingkan isi botol dengan resep dokter.
Rasional: ingat 7 rights(right patient, dose, route, medicine, time, purpose documentation)
3. Observasi larutan terhadap kejernihan, adanya partikel dan keburaman.
Rasional: larutan yang buram kemungkinan sudah terkontaminasi
4. Mulai pemberian TPN dengan pelan-pelan .
Rasional :larutan TPN berisi kadar glukosa yang tinggi.Aliran yang pelan
memungkinkan sel beta pancreas untuk beradaptasi dengan meningkatkan sekresi insulin nya.
5. Ambil urine specimen setiap 6 jam untuk tes glukosa dan acetone
Rasional:laporkan ke dokter jika glukosa lebih dari 2+
6. Catat intake dan output
Rasional:untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh.

Prosedur Pemasangan

Nursing Action

· Keluarkan cairan TPN 30 menit sebelum prosedure dilakukan
· Sambungkan pump tube,filter dan extension tube
· Gunakan teknik aseptik saat insert pump tubing ke TPN container
· Jelaskan prosedure kepada pasien,dan jangan menyentuh tempat insersi cateter
· Atur posisi pasien dengan kepala lebih rendah
· Perintahkan pasien untuk memalingkan wajah dari tempat insersi yang telah dipilih

Rational
· Pemberian cairan yang dingin dapat menyebabkan nyeri, hypothermia, spasme vena dan konstriksi
· Mencegah tercabut, accidental separation dan potensial emboli udara
· TPN adalah media bagi tumbuh bakteri
· Mencegah cateter terkontaminasi
· Posisi ini memungkinkan dilatasi pembuluh darah leher dan bahu yang membuat pemasangan lebih mudah dan mencegah emboli udara
· Untuk mencegah kontaminasi di tempat TPN
Nursing Action
· Gunakan masker dan gown
· Support posisi pasien dengan ekstensi bahu
· Jika perlu cukur rambut
· Desinfeksi area yang dipilih dengan cara memutar dari arah dalam ke luar selama 2 menit
· Lakukan injeksi lokal anestesia (oleh dokter)
· Needle ditusukkan dibawah klavikula ke vena subklavikula
· Perintahkan pasien untuk melakukan valsava manuever
Rasional
· Memungkinkan area TPN tetap steril
· Dapat menggunakan handuk, atau rolled sheet secara vertikal sepanjang vertebra spinal
· Mengurangi kemungkinan kontaminasi
· Mencegah infeksi
· Membuat pasien nyaman dan mencegah gerakan pasien
· Vena subclavia dipilih karena akan tersambung dengan vena cava superior yang mempunyai blood flow yang besar dan memungkinkan dilusi larutan yang cepat
· Memberikan tekanan positif, mencegah emboli udara saat cateter dimasukkan
Nursing action
· Masukkan cateter dan cabut needle,sambungkan cateter dengan tubing
· Cateter di jahit dengan jaringan kulit sekitar
· Bersihkan tempat insersi dengan povidone iodine, oleskan povidone iodine ointment dan tutup dengan kasa steril pada tempat insersi
· Dokumentasikan ukuran cateter, tanggal,waktu pemasangan dan jenis solution nya
· Observasi tanda-tanda tromboplebitis, edema,erytema ditempat insersi cateter, juga swelling di leher, lengan, wajah sepanjang vena
· Ganti dressing tiap 72 jam atau sesuai kebutuhan.
Rational
· Memungkinkan cateter yang flexible tetap berada di tempatnya.
· Mencegah tercabutnya cateter
· dapat membuat efek antimikrobial lebih lama
· Memudahkan observasi dan orientasi waktu pemasangan
· Jika ini terjadi,beritahu dokter
· Mencegah terjadinya infeksi

Tindakan Keperawatan Dalam pencegahan Komplikasi

1. Untuk mengurangi dan mencegah terjadinya infeksi:
· Larutan disiapkan setiap hari dan dalam keadaan segar, simpan dalam lemari es sampai dengan digunakan.
· Jaga kesterilan selama procedure untuk mencegah sepsis
· Monitor vital sign dan tanda –tanda infeksi yaitu menggigil, leukosit meningkat, erytema dan keluar cairan dari tempat insersi,demam.
· Gunakan teknik aseptic karena larutan TPN mempunyai glukosa konsentrasi tinggi yang merupakan media bacteria untuk tumbuh.
· Monitor temperature,jika ada fever,curigai adanya sepsis.
· Kaji tempat insersi vena,terhadap kemerahan,bengkak, lunak,dan drainage .
· Ganti larutan TPN setiap 12 -24 jam atau sesuai dengan protokol
· Lakukan dressing di tempat insersi setiap 48 jam atau sesuai protokol.
· Cabut IV cateter,dan lakukan pemasangan kembali ditempat lain.
· Jika tanda infeksi terjadi di tempat insersi,lakukan hal- hal sebagai berikut;
· Ambil ujung IV cateter dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan cultur.
· Siapkan pasien untuk pengambilan cultur darah.
2. Fever
· jika pasien terdapat fever setelah pemberian TPN,hentikan pemberian TPN dan ganti dengan 10%dextrose in water sesuai dengan resep dokter.
· jika fever kemudian turun, dalam 4-6 jam,kemungkinan demam berhubungan dengan larutan yang diberikan.
· jika fever tetap ada,kemungkinan cateter-related-sepsis.
· sampel darah dan urine diperlukan untuk mengetahui penyebab infeksi
3. Emboli udara dan pneumothorax
a. Tanda –tanda emboli udara:
· Dyspnea, chest pain, tachycardia, hypotension, cyanosis, seizure, coma, cardiac arrest.jika diduga terjadi emboli udara, posisikan pasien kearah kiri dalam trendelenberg, berikan oksigen sesuai protocol.
· Perintahkan pasien untuk melakukan valsava maneuver ketika penggantian tube dan cap. Ketika melakukan penggantian tube dan cap, posisikan pasien dengan kepala di bawah (jika tidak kontra indikasi) dengan kepala menoleh ke arah yang berlawanan dengan tempat insersi (untuk meningkatkan tekanan vena intratorakal).
b. Pneumothorax
· Monitor tanda-tanda pneumothorax.
· Setelah pemasangan cateter lakukan x-ray untuk memastikan ketepatan lokasi insersi cateter dan untuk mendeteksi adanya pneumothorax.
· Pemberian TPN tidak akan dilaksanakan sampai verifikasi ketepatan letak cateter dan tidak adanya pneumothorax.
· Setelah pasti tidak ada pneumothorax dan posisi tepat, barulah dimulai pemberian TPN.
Ø Tanda – tanda pneumothorax
· Tidak ada suara nafas ditempat yang terkena.
· Nyeri dada dan atau pundak
· Pernafasan yang tiba-tiba pendek
· Tachycardia
Ø Jika diduga terjadi emboli udara , lakukan hal -hal berikut :
· Klem,cateter intra vena
· Posisikan pasien terlentang miring kekiri,dengan kepala lebih rendah dari posisi kaki.
· Beritahu dokter
· Berikan oksigen sesuai resep.
4. Fluid Overload
· Terjadi jika pasien mendapatkan pemberian dengan tetesan terlalu cepat
· TPN selalu diberikan melalui infusion pump
· Monitor intake dan output
· Ukur berat badan pasien tiap hari.
5. Hyperglikemia
· Kaji riwayat pasien tentang glucose intolerance
· Kaji riwayat terapi pasien (corticosteroid kemungkinan dapat meningkatkan kadar gula darah)
· Mulai pemberian TPN dengan slow rate (biasanya 40 – 60 ml/jam).
· Monitor kadar glukosa darah tiap 4 – 6 jam.
· Berikan insulin secara teratur sesuai resep.
6. Hypoglikemia
· Lanjutkan monitor glukosa darah.
· Penghentian pemberian TPN secara bertahap.
· Ketika pemberian glukosa tinggi dihentikan,infuse dextrose 10% diberikan selama 1 -2 jam untuk mencegah hypoglikemia.
· Cek gula darah 1 jam setelah penghentian TPN.
· Siapkan pemberian glukosa jika hypoglikemia terjadi.

NURSING CONSIDERATION
Ø Selalu cek larutan TPN dengan resep dokter.
Ø Untuk mencegah infeksi dan solution incompability,jangan memberikan terapi obat-obatan IV,melalui jalur TPN.
Ø Monitor partial thromboplastin time dan prothrombin time untuk pasien yang mendapat anticoagulant.
Ø Monitor elektrolit,albumin,dan fungsi hati serta ginjal.
Ø Pada pasien dengan dehidrasi yang berat,kemungkinan serum albumin akan turun sebagai kompensasi tubuh untuk rehidrasi cairan.


KESIMPULAN


Nutrisi parenteral tidak bertujuan menggantikan kedudukan nutrisi enteral lewat usus yang normal. Segera jika usus sudah berfungsi kembali, perlu segera dimulai nasogastric feeding, dengan sediaan nutrisi enteral yang mudah dicerna.Nutrisi parenteral dapat diberikan dengan aman jika megikuti pedoman diatas.

Karena tubuh penderita perlu waktu adapatasi terhadap perubahan mekanisme baru maka selama penyesuaian tersebut jangan memberi beban yang berlebihan: “ START SLOW GO SLOW- OBSERVE CAREFULLY, TREAT IMMEDIATELY”

Perbaikan dari komposisi subtrat nutrisi, perbaikan tehnik, pengetahuan, skala prioritas dalam support metabolik dan bedside monitor, dibutuhkan untuk mencapai recovery yang maksimal.

Saat ini ditemukan immunonutrition yang bertujuan untuk meningkatkan immune respons pada pasien-pasien critical ill agar supaya outcome klinis dapat diperbaiki dan lama rawat rumah sakit dapat diturunkan seperti arginine, glutamine,glycine,( golongan asam amino),fatty acids, nucleotide.


DAFTAR PUSTAKA

1. Practical Aspects of Nutritional Supports: an Advanced Practice Guide. Saunders, 2004.
2. Modern Nutrition in Health and Disease, 9th edition. Lippincott Williams & Wilkins1999.
3. The Lippincott Manual of Nursing Practice,5th Edition,1991.
4. Linda Anne Silvestari,Comprehensive Review for the NCLEX Rexamination, Saunders,2005.
LINK:
http://www.palliative-surabaya.com/gambar/pdf/buku_pkb_vibagian_1308082008.pdf
http://www.kalbefarma.com/index.php?mn=product&tipe=detail&jenis=adv&detail=60
http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Triple-Lumen.jpg

ENEMA

ENEMA

Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Pada keadaan sakit klien tidak dapat menggunakan toilet dan tidak memiliki program yang teratur, lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas.
Untuk menangani masalah eliminasi terutama pada defekasi perawat harus memahami dan mengerti proses eliminasi yang mana salah satunya dapat dilakukan dengan Enema.
Perawat memahami standar operasional pemberian enema, tujuan, manfaat, indikasi, dan kontraindikasi.

Definisi.
Enema adalah tindakan memasukkan cairan kedalam rectum dan kolon melalui lubang anus.

Tujuan.
Tindakan enema diberikan dengan tujuan untuk mengeluarkan feses dan flatus.

Manfaat.
Tindakan ini dapat digunakan sebagai:
1. Pertimbangan medis sebagai metoda pengosongan feces dengan segera dari kolon, seperti: tindakan pre operasi, konstipasi, toilet training pada akan-anak dengan encopresis.
2. Terapi alternative bidang kesehatan seperti merangsang kontraksi prenatal.
3. Rangsangan seksual.
Pada perkembangannya penggunaan enema saat ini jauh lebih spesifik dari masa awal keberadaannya.

LANDASAN TEORI
Pada bagian ini akan dijelaskan latar belakang, tujuan dan manfaat tindakan, indikasi dan kontra indikasi tindakan enema.

Latar belakang
Pada permulaannya tindakan enema dikenal dengan nama Clyster (abad ke 17 M) menggunakan clyster syringe yang terdiri dari tabung syrine, pipa anus dan batang pendorong. Clyster digunakan sejak abad ke 17 (atau sebelumnya) hingga abad ke 19, kemudian digantikan dengan syringe balon, bocks, dan kantong.

Clyster syringe normal (depan) dan nozzle (pipa) yang di disain agar penggunaannya dapat dilakukan oleh pasien sendiri (belakang).
Pada awal era modern Francis Mauriceau dalam The Diseases of Women with Child mencatat para bidan memberikan enema pada wanita hamil menjelang melahirkan.
Pada abad ke 20, enema digunakan secara luas di negara tertentu seperti amerika serikat; saat itu enema merupakan ide yang sangat baik untuk cuci kolon pada kasus fever, menjelang partus dengan tujuan untuk mengurangi keluarnya feces saat partus. Beberapa kontroversi diperdebatkan penggunaan enema untuk mempercepat proses melahirkan dengan menstimulasi terjadinya kontrkasi, pada akhirnya enema dengan tujuan ini dilarang karena para obstetrik menggunakan oxytocin sebagai penggantinya selain dikarenakan para ibu hamil merasa tidak nyaman dengan tindakan enema ini.
Pada masa John Donne Elegy XVIII, pada masa itu kaum pria menyalahgunakan tindakan enema dengan melukai selaput dara pengantin wanita menggunakan clyster.
Clyster juga tercatat pada periode sado-masochistic, pada masa itu mereka menggunakan enema sebagai tindakan disipliner. Khususnya wanita dihukum menggunakan clyster berukuran besar untuk periode tertentu, sebagai contoh ditemukan dalam The Prussian Girl oleh P.N Dedeaux.
Clyster merupakan pengobatan yang banyak digemari oleh orang berada dan terhormat di dunia barat hingga abad ke 19.
William Laighton dari Portsmouth, New Hampshire merupakan orang pertama yang mendapat hak paten untuk kursi enema pada 8 agustus 1846.
Hingga kini berbagai inovasi bentuk enema dan jenis enema dibuat dengan tujuan untuk mempermudah dalam cara pemberian, faktor kenyamanan dan simple.

Kantung enema terbuka pada bagian atas berkapasitas 2 qt atau 1,89 liter dikenal dengan “fountain syringe” dilengkapi dengan pipa anus ( rectal nozzle/catheter) dan penjepit pipa (clamb).
Balon enema digunakan untuk memberikan enema dalam jumlah sedikit.

Tujuan
Enema dilakukan untuk mengobati penyakit ringan seperti sakit perut, kembung; namun pada perkembangannya digunakan untuk berbagai tujuan yang berbeda seperti telah diuraikan dalam sejarah dilakukannya tindakan ini. Pada akhirnya setelah ilmu pengetahuan medis berkembang dengan adanya penelitian dan ditemukannya berbagai peralatan medis, penggunaan enema saat ini jauh lebih spesifik dari masa awal keberadaannya.

Manfaat
Merangsang gerakan usus besar, berbeda dengan laxative. Perbedaan utama terletak pada cara penggunaannya, laxative biasanya diberikan per oral sedangkan enema diberikan langsung ke rectum hingga kolon. Setelah seluruh dosis enema hingga ambang batas daya tampung rongga kolon diberikan, pasien akan buang air bersamaan dengan keluarnya cairan enema ke dalam bedpan atau di toilet. , larutan garam isotonik sangat sedikit mengiritasi rektum dan kolon, mempunyai konsentrasi gradien yang netral. Larutan ini tidak menarik elektrilit dari tubuh – seperti jika menggunakan air biasa – dan larutan ini tidak masuk ke membran kolon – seperti pada penggunaan phosphat. Dengan demikian larutan ini bisa digunakan untuk enema dengan waktu retensi yang lama, seperti melembutkan feses pada kasus fecal impaction.
Membersihkan kolon bagian bawah (desenden) menjelang tindakan operasi seperti sigmoidoscopy atau colonoscopy. Untuk kenyamanan dan mengharapkan kecepatan proses tindakan enema dapat diberikan disposibel enema dengan konsentrasi lebih kental berbahan dasar air yg berisikan sodium phospat atau sodium bikarbonat.
Sebagai jalan alternatif pemberian obat. Hal ini dilakukan bila pemberian obat per oral tidak memungkinkan, seperti pemberian antiemetik untuk mengurangi rasa mual, beberapa anti angiogenik lebih baik diberikan tanpa melalui saluran pencernaan , pemberian obat kanker, arthritis, pada orang lanjut usia yang telah mengalami penurunan fungsi organ pencernaan, menghilangkan iritable bowel syndrome menggunakan cayenne pepper untuk squelch iritasi pada kolon dan rectum dan untuk tujuan hidrasi.
Pemberian obat topikal seperti kortikosteroid dan mesalazine yang digunakan untuk mengobati peradangan usus besar.
Pemeriksaan radiologi seperti pemberian barium enema. Enema berisi barium sulphat , pembilasan dengan air atau saline dilakukan setelah selesai dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi normal dari kolon tanpa komplikasi berupa konstipasi akibat pemberian barium sulphat.

INDIKASI
1. Konstipasi
Konstipasi berhubungan dengan jalur pembuangan yang kecil, kering, kotoran yang keras, atau tidak lewatnya kotoran di usus untuk beberapa waktu. Ini terjadi karena pergerakan feses melalui usus besar lambat dimana reabsorbsi cairan terjadi di usus besar. Konstipasi berhubungan dengan pengosongan kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan dari otot-otot volunter pada proses defekasi.
Ada banyak penyebab konstipasi :

1. Kebiasaan buang air besar (b.a.b) yang tidak teratur
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan b.a.b yang tidak teratur. Refleks defekasi yagn normal dihambat atau diabaikan, refleks-refleks ini terkondisi menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan untuk defekasi hilang.
Anak pada masa bermain biasa mengabaikan refleks-refleks ini; orang dewasa mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.
Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu menggunakan bedpan atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman. Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan b.a.b teratur dalam kehidupan.

2. Penggunaan laxative yang berlebihan
Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang air besar. Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan keinginan b.a.b – refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terus-menerus (toleransi obat).

3. Peningkatan stres psikologis
Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan adanya periode pertukaran antara diare dan konstipasi.

4. Ketidaksesuaian diet
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses menghasilkan produks ampas sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan pergerakan makanan tersebut.

5. Obat-obatan
Banyak obat-obatan dengan efek samping berupa konstipasi. Beberapa di antaranya seperti ; morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan antikolinergik, melambatkan pergerakan kolon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Penyebab lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang.

6. Latihan yang tidak cukup
Pada klien dengan masa rawat inap yang lama, otot secara umum akan melemah, termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Kurangnya latihan secara tidak langsung dihubungkan dengan berkurangnya nafsu makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat yang penting untuk merangsang refleks pada proses defekasi.

7. Umur
Pada manula, otot-otot dan tonus spinkter semakin melemah turut berperan sebagai penyebab punurunan kemampuan defekasi.

8. Proses penyakit
Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di antaranya obstruksi usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan hemorhoid, yang membuat orang menghindari defekasi; paralisis, yang menghambat kemampuan klien untuk buang air besar; terjadinya peradangan pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni pada usus.
Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika b.a.b dapat menyebabkan stres pada abdomen atau luka pada perineum (post operasi); Ruptur dapat terjadi jika tekanan saat defekasi cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan tertahannya napas. Gerakan ini dapat menyebabkan masalah serius pada orang dengan sakit jantung, trauma otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas meningkatkan tekanan intra torakal dan intrakranial. Pada kondisi tertentu, tekanan ini dapat dikurangi jika seseorang mengeluarkan napas melalui mulut ketika mengejan/regangan terjadi. Bagaimanapun, menghindari regangan merupakan pencegahan yang terbaik.

2. Impaksi Feses (tertahannya feses)
Impaksi feses dapat didefenisikan sebagai suatu massa atau kumpulan yang mengeras, feses seperti dempul pada lipatan rektum. Impaksi terjadi pada retensi yang lama dan akumulasi dari bahan-bahan feses. Pada impaksi yang gawat feses terkumpul dan ada di dalam colon sigmoid. Impaksi feses ditandai dengan adanya diare dan kotoran yang tidak normal. Cairan merembes keluar feses sekeliling dari massa yang tertahan. Impaksi dapat juga dinilai dengan pemeriksaan digital pada rektum, selama impaksi massa yang mengeras sering juga dapat dipalpasi.
Diare yang bersama dengan konstipasi, termasuk gejala yang sering tetapi tidak ada keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rektum. Hadirnya tanda-tanda umum dari terjadinya penyakit ; klien menjadi anoreksia, abdomen menjadi tegang dan bisa juga terjadi muntah.
Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buang air besar yang jarang dan konstipasi. Obat-obat tertentu juga berperan serta pada impaksi. Barium digunakan pada pemeriksaan radiologi pada saluran gastrointestinal bagian atas dan bawah dapat menjadi faktor penyebab, sehingga setelah pemeriksaan ini hasil pengukuran diperoleh untuk memastikan pergerakan barium.
Pada orang yang lebih tua, faktor-faktor yang beragam dapat menyebabkan impaksi; asupan cairan yang kurang, diet yang kurang serat, rendahnya aktivitas, melemahnya tonus otot.
Pemeriksaan digital harus dilakukan dengan lembut dan hati-hati karena rangsangan pada nervus vagus di dinding rektum dapat memperlambat kerja jantung pasien.

3. Persiapan pre operasi
Biasanya pada semua tindakan operasi sebelumnya di lakukan enema. Anastesia umum (GA) dalam pembedahan bisa diberikan melalui enema dengan tujuan untuk mengurangi efek muntah selama dan setelah operasi, juga mencegah terjadinya aspirasi.

4. Untuk tindakan diagnostik misalnya pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi seperti colonoscopy, endoscopy, dll.

5. Pasien dengan melena

Kontra Indikasi
Irigasi kolon tidak boleh diberikan pada pasien dengan diverticulitis, ulcerative colitis, Crohn's disease, post operasi, pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal, keadaan patologi klinis pada rektum dan kolon seperti hemoroid bagian dalam atau hemoroid besar, tumor rektum dan kolon.

Tipe-tipe enema
Enema dapat diklasifikasikan ke dalam 4 golongan menurut cara kerjanya: cleansing (membersihkan), carminative (untuk mengobati flatulence), retensi (menahan), dan mengembalikan aliran.
Cleansing enema merangsang peristaltik dengan mengiritasi kolon dan rektum dan atau dengan meregangkan intestinal dengan memasuki volume cairan. Ada 2 cleansing enema yaitu high enema (huknah tinggi) dan low enema (huknah rendah). High enema diberikan untuk membersihkan kolon sebanyak mungkin, sering diberikan sekitar 1000ml larutan untuk orang dewasa, dan posisi klien berubah dari posisi lateral kiri ke posisi dorsal recumbent dan kemudian ke posisi lateral kanan selama pemberian ini agar cairan dapat turun ke usus besar. Cairan diberikan pada tekanan yang tinggi daripada low enema.; oleh karena itu wadah dari larutan digantung lebih tinggi. Cleansing enema paling efektif jika diberikan dalam waktu 5-10 menit.
Low enema diberikan hanya untuk membersihkan rektum dan kolon sigmoid. Sekitar 500ml larutan diberikan pada orang dewasa, klien dipertahankan pada posisi sims/miring ke kiri selama pemberian.
Carminative enema terutama diberikan untuk mengeluarkan flatus. Larutan dimasukkan ke dalam rektum untuk mengeluarkan gas dimana ia meregangkan rektum dan kolon, kemudian merangsang peristaltik. Untuk orang dewasa dimasukkan 60-180ml.
Retention enema: dimasukkan oil (pelumas) ke dalam rektum dan kolon sigmoid, pelumas tersebut tertahan untuk waktu yang lama (1-3 jam). Ia bekerja untuk melumasi rektum dan kanal anal, yang akhirnya memudahkan jalannya feses.
Enema yang mengembalikan aliran, kadang–kadang mengarah pada pembilasan kolon, digunakan untuk mengeluarkan flatus. Ini adalah pemasukan cairan yang berulang ke dalam rektum dan pengaliran cairan dari rektum. Pertama-tama larutan (100-200ml untuk orang dewasa) dimasukkan ke rektum dan kolon sigmoid klien, kemudian wadah larutan direndahkan sehingga cairan turun kembali keluar melalui rectal tube ke dalam wadah. Pertukaran aliran cairan ke dalam dan keluar ini berulang 5-6 kali, sampai (perut) kembung hilang dan rasa tidak nyaman berkurang atau hilang. Banyak macam larutan yang digunakan untuk enema. Larutan khusus mungkin diminta oleh dokter.
Pemberian enema merupakan prosedur yang relatif mudah untuk klien. Bahaya utamanya adalah iritasi sabun dan efek negatif dari larutan hypertonik atau hipotonik. Pada cairan tubuh dan elektrolit, larutan hipertonik seperti larutan phosphate dari beberapa enema siap pakai menyebabkan sedikit iritasi pada membran mukosa menyebabkan cairan tertarik ke dalam kolon dari jaringan sekitar. Proses ini disebut osmosis. Karena hanya sebagian kecil cairan yang diambil, rasa nyaman tertahan untuk 5-7 menit dan secara umum di luar dari manfaat ini. Bagaimanapun, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi, terutama pada anak di bawah 2 tahun larutan ini bisa menyebabkan hypokalsemia dan hyperphosphatemia.
Pemberian hipotonik yang berulang seperti enema berbentuk kran, dapat mengakibatkan absorpsi volume darah dan dapat mengakibatkan intoksikasi air. Untuk aliran ini, beberapa agency kesehatan membatasi pemberian enema berbentuk kran. Ini adalah perhatian yang istimewa ketika permintaan pemasangan enema sampai kembali bersih harus jelas, contohnya pemeriksaan pendahuluan visual usus besar. Larutan hipotonik juga dapat mengakibatkan ketidaknyamanan pada klien dengan penurunan fungsi ginjal atau gagal jantung akut.


Pengkajian
Pengkajian pasien dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan data objektif melalui interview dan pemeriksaan fisik terutama yang berkaitan dengan saluran cerna, pemeriksaan laboratorium dan radiology.

Data subjektif
Pengumpulan data berkaitan dengan riwayat eliminasi feses akan membantu perawat memastikan pola b.a.b pasien yang normal.
Sebagian besar pengkajian riwayat keperawatan terdiri dari :
1. Pola defekasi
Frekuensi dan waktu klien mengalami defekasi, apakah pola b.a.b berubah baru-baru ini, apakah pola b.a.b pernah berubah. Jika iya, apakah klien mengetahui faktor-faktor penyebabnya.
2. Pola tingkah laku
Penggunaan laksatif, dan bahan-bahan yang sama yang mempertahankan pola b.a.b yang normal. Apa rutinitas yang dilakukan klien untuk mempertahankan pola defekasi yang biasa (contoh; segelas jus lemon panas ketika sarapan pagi atau jalan pagi sebelum sarapan).
3. Deskripsi feses
Bagaimana klien mendeskripsikan fesesnya, termasuk warna, tekstur (keras, lembut, berair), bentuk, bau.
4. Diet
Makanan apa yang dipercayai oleh klien yang dapat mempengaruhi proses defekasi, jenis makanan, porsi; Makanan yang selalu dia dihindari, pakah makanan tersebut dimakan secara teratur.
5. Cairan
Berapa jumlah dan jenis asupan cairan setiap hari (contoh: 6 gelas air, 5 cangkir kopi).
6. Latihan
Pola latihan seperti apa yang dilakukan klien setiap hari, frekuensi dan lamanya?
7. Obat-obatan
Apakah klien mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi saluran intestinal (contoh: zat besi, antibiotika)
8. Stres
Apakah klien mengalami stres dalam jangka waktu yang lama atau singkat? Tetapkan stres seperti apa yang dialami klien dan bagaimana dia menerimanya
9. Pembedahan
Apakah klien mengalami pembedahan atau penyakit yang berpengaruh terhadap saluran cerna?. Keberadaan ostomi harus diperhatikan.

Data objektif
Data objektif didapat melalui pemeriksaan fisik khususnya yang berkaitan dengan proses pembuangan yaitu intestin pada bagian perut hingga anus, pengkajian dilakukan dengan car inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Intestinal
Pengkajian pada abdomen dengan rujukan khusus pada saluran intestinal; Klien dianjurkan dalam posisi supine dan diselimuti sehingga hanya bagian abdomen yang terlihat. Perawat harus mengidentifikasi batasan-batasan yang digunakan sebagai nilai-nilai rujukan untuk mendeskripsikan hasil yang dijumpai.
Inspeksi
Perawat mengobservasi bentuk dan kesimetrisan. Normalnya perut berbentuk datar/rata tanpa adanya tonjolan. Tonjolan seperti massa akan kelihatan suatu bengkak, mengobservasi dinding abdomen untuk gelombang yang dapat dilihat yang mengidentifikasikan kerja peristaltik usus. Kecuali pada orang-orang tertentu terkadang tidak dapat diobservasi secara normal. Peristaltik yang dapat diobservasi menunjukkan adanya suatu obstruksi intestinal.
Palpasi
Baik palpasi ringan atau dalam keduanya digunakan, biasanya untuk mendeteksi dan mengetahui adanya daerah lunak dan massa. Keempat kuadran pada abdomen dipalpasi mulai dari quadran kanan atas, kiri atas, kiri bawah, kanan bawah dan daerah umbilikal, otot-otot abdomen harus rileks untuk memperoleh hasil palpasi yang diharapkan. Perawat seharusnya melakukan palpasi ringan kemudian dalam. Daerah yang sensitif ( daerah yang menjadi keluhan pasien) seharusnya dipalpasi terakhir karena kontraksi otot-otot (pelindung abdomen) yang sering terjadi ketika daerah yang nyeri tersentuh.
Suatu kelainan abdomen seharusnya dapat diukur pada daerah umbilikal dengan menempatkan suatu tip pengukur sekeliling tubuh. Pengukuran berulang akan menunjukkan apakah tekanan meningkat atau menurun.
Secara normal perut akan terasa lembut, tidak ada nyeri pada palpasi ringan dan dalam, dat tidak dijumpai adanya massa yang keras.
Perkusi
Daerah abdomen diketuk untuk mendeteksi cairan pada rongga abdomen, tekanan intestinal berhubungan dengan flatus dan pembentukan massa seperti pembesaran kantung empedu dan lever.
Daerah seluruh abdomen diperkusi, dimulai pada daerah kuadran kanan atas menurut arah jarum jam. Flatus menghasilkan resonansi (tympani), sementara cairan dan massa menghasilkan bunyi ”dull” (tumpul).
Ketika ada cairan di abdominal, ketukan menghasilkan suara tumpul diantara cairan. Ketika klien berada pada satu sisi, cairan ascites mengalir ke sisi tersebut. Ketukan memperlihatkan sebuah garis damartasi di antara dulnes dan tympani; garis ini menandai adanya tingkat cairan; sebuah garis ditarik di atas abdomen sehingga perawat dapat mengukur apakah jumlahnya meningkat atau menurum, ketika dilakukan ketukan selanjutnya.
Auskultasi
Suara usus dikaji dengan stetoskop. Suara usus mencerminkan peristaltik usus kecil, dideskripsikan menurut intensitas, keteraturan, dan frekuensi atau tingkat aktivitasnya. Intensitas menunjukkan kekuatan dari suara atau rata-rata dari peristaltik. Kuat lemahnya (dentum) dari dinding intestinal sebagai hasil dari gelombang peristaltik, pada peningkatan tekanan intestinal akan ada kemungkinan peningkatan dentuman. Tingkat aktivitas atau frekuensi dari suara usus juga dikaji. Peningkatan atau penurunan peristaltik dapat terjadi karena beberapa alasan: proses pembedahan; ketidakseimbangan elektrolit, seperti ketidaknormalan dari rendahnya tingkat potasium serum dan peritonitis. Intensitas dan frekuensi yang abnormal pada suara usus (borborygmi) terjadi pada enteritis dan pada obstruksi usus kecil.
Rektum dan anus
Pada pemeriksaan anorektal klien biasanya dianjurkan dalam posisi sims/miring ke kiri atau genupectoral. Klien wanita juga disarankan dalam posisi litotomi.
Inspeksi
Daerah perianal dikaji warnanya, tanda-tanda peradangan, scar, lesi, fisura, fistula atau hemorhoid. Juga ukuran, lokasi dan kepadatan dari lesi dicatat. Secara normal tidak ditemukan adanya peradangan ataupun fistula.
Palpasi
Selama pemeriksaan rektal sangat penting bahwa palpasi harus lembut sehingga tidak merangsang refleks dari nervus vagus, yang dapat menekan denyut jantung.
Feses
Wadah khusus harus disediakan untuk sampel feses. Sangat penting bagi perawat mengetahui mengapa spesimen diambil dan wadah yang digunakan tepat. Kadang-kadang wadah memakai zat pengawet khusus untuk menunjukkan hasil tes. Petunjuk khusus harus ditulis dan dilampirkan ketika penyediaan spesimen.
Klien dapat menyediakan spesimennya setelah diberi informasi yang adekuat. Feses tidak boleh bercampur dengan urin atau air, karenanya klien diminta b.a.b di bedpan.
Sebuah tongue spatel kayu atau plastik digunakan untuk memindahkan spesimen, dan sekitar 2,5cm ditempatkan di dalam wadah. Jika kotoran berbentuk cair, dikumpulkan 15-30ml. Wadah kemudian ditutup dengan aman dan tepat, dilengkapi label. Pada kenyataannya bahwa spesimen yang telah diperoleh harus dimasukkan sebagai rahasia klien.
Untuk tes tertentu diperlukan feses segar. Jika harus seperti itu spesimen dibawa segera ke lab. Spesimen kotoran jangan ditinggalkan pada suhu ruangan dalam waktu yang lama karena bakteri dapat mengubahnya. Wadah spesimen biasanya memiliki petunjuk penyimpanan, hal ini harus diikuti jika spesimen tidak dapat dikirim segera ke lab. Pada beberapa instansi digunakan pendingin.
Untuk mengamankan spesimen dari bayi atau anak-anak yang tidak terlatih di toilet, spesimen diambil dari feses yang baru. Ketika feses dikultur untuk memperoleh mikroorganisme, feses dipindahkan ke wadah dengan aplikator steril.
Feses normal berwarna coklat, hal ini berhubungan dengan adanya bilirubin dan turunannya yaitu stercobilin dan urotilin; kegiatan dari bakteri normal yang terdapat pada intestinal. Bilirubin merupakan pigmen berwarna kuning pada empedu. Feses dapat berwarna lain, khususnya ketika ada hal-hal yang abnormal. Misalnya; feses hitam seperti tir, ini menunjukkan adanya perdarahan dari lambung atau usus halus; warna tanah liat (acholic) menunjukkan adanya penurunan fungsi empedu; hijau atau orange menunjukkan adanya infeksi pada intestinal. Makanan juga dapat mempengaruhi warna feses, misalnya: gula bit merubah feses menjadi warna merah, kadang-kadang hijau. Obat-obatan juga dapat merubah warna feses, misalnya zat besi, dapat membuat feses berwarna hitam.
Konsistensi
Secara normal feses berbentuk tetapi lembut dan mengandung air sebanyak 75% jika seseorang mendapat intake cairan yang cukup, sedangkan 25% lagi adalah bagian padat.
Feses normal bergerak lebih cepat dari normal melalui intestinal, sehingga hanya sedikit air dan ion yang direabsorpsi ke dalam tubuh.
Feses yang keras mengandung lebih sedikit air daripada normal dan pada beberapa kasus mungkin sulit atau nyeri sekali saat dikeluarkan. Beberapa orang, bayi dan anak-anak khususnya mungkin mengeluarkan feses yang berisi makanan yang tidak dicerna.
Bentuk
Feses normal berbentuk rektum
Bau
Bau feses merupakan hasil kerja bakteri pada intestinal dan bervariasi pada setiap orang. Bau feses yang sangat menyengat (tajam) dapat menunjukkan adanya gangguan saluran cerna.
Darah
Darah yang terdapat pada feses adalah abnormal. Darah dapat berwarna terang atau merah terang, hal ini berarti darah mewarnai feses pada proses eliminasi akhir. Feses berwarna hitam dan tir berarti darah memasuki chyme pada lambung atau usus halus. Beberapa obat-obatan dan makanan juga dapat membuat feses berwarna merah atau hitam. Oleh karena itu adanya darah harus dikonfirmasi melalui sebuah test. Perdarahan pada feses kadang tidak terlihat, ini dikenal occult bleeding(perdarahan tersembunyi).
Test untuk mengetahui adanya darah pada feses secara rutin dilakukan di klinik. Hemotest menggunakan tablet sebagai reagen; sementara guaiac dan hemoccult test menggunakan reagen berbentuk solusion (larutan), setiap test memerlukan spesimen feses. Guaiac test secara umum lebih sering digunakan. Feses yang sedikit diletakkan pada kertas saring atau kertas usap. Reagen selanjutnya diletakkan dan warna dicatat; warna biru menunjukkan adanya darah.
Bahan-bahan abnormal
Kadang-kadang feses mengandung bahan-bahan asing yang dicerna secara kebetulan, pencernaan benda-benda asing secara kebetulan banyak ditemukan pada anak-anak. Bahan-bahan abnormal lain termasuk pus, mukus, parasit, lemak dalam jumlah banyak dan bakteri patogen. Test untuk mengetahui keberadaan bahan-bahan asing biasanya ditunjukkan di lab.

Pemeriksaan penunjang
Test laboratorium
Feces ditampung dalam kontainer untuk diperiksa di laboratorium untuk mengetahui adanya atau tidaknya kelainan dalam feses berupa kadar darah, bakteri dll.
Pandangan langsung
Yaitu tehnik pandangan secara langsung ; anoscopy, pandangan dari saluran anus; proctoscopy, pandangan pada rektum; proctosigmoidoscopy, pandangan pada rektum dan kolon sigmoid; umumnya saat ini dilakukan tindakan colonoscopy.
Roentgenography
Roentgenoraphy dilakukan untuk mengetahui kondisi saluran cerna dari sumbatan ataupun deformitas dengan memasukkan zat kontras seperti bubur barium dilarutkan dalam 1 liter air untuk diminum, atau dengan memasukkan larutan omnipaque kedalam kolon menggunakan rektal tube melalui anus.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan berasal dari pengkajian data yang konkrit dari perawat.
Contoh – contoh diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan alternatif b.a.b :
1. Konstipasi yang berhubungan dengan barium.
2. Konstipasi yang berhubungan dengan immobilitas
3. Konstipasi yang berhubungan dengan trauma pada sumsum tulang belakang

Perencanaan
Tujuan utama klien dalam perencanaan/intervensi adalah :
1. mengerti tentang eleminasi yang normal
2. mengerti akan makanan dan cairan yang dibutuhkan secara wajar
3. memelihara integritas kulit
4. mengikuti program latihan secara teratur
5. memelihara kestabilan dalam pengeluaran BAB
6. mengerti tentang pengukuran untuk menghilangkan stress

Pedoman pemberian enema
1. Gunakan rectal tube dengan ukuran yang tepat, untuk orang dewasa biasanya no.22-30; anak-anak menggunakan tube yang kecil seperti no.12 untuk bayi; no.14-18 untuk anak todler atau anak usia sekolah.

2. Rectal tube harus licin dan fleksibel, dengan 1 atau 2 pembuka pada ujung dimana larutan mengalir. Biasanya terbuat dari karet atau plastik. Beberapa tube yang ujungnya tajam dan kasar seharusnya tidak digunakan, karena kemungkinan rusaknya membran mukosa pada rektum. Rectal tube dilumasi dengan jelly/pelumas untuk memudahkan pemasukannya dan mengurangi iritasi pada mukosa rektum.

3. Enema untuk orang dewasa biasanya diberikan pada suhu 40,5-43 0C, untuk anak-anak 37,7 0C. Beberapa retensi enema diberikan pada suhu 33 0C. Suhu yang tinggi bisa berbahaya untuk mukosa usus; suhu yang dingin tidak nyaman untuk klien dan dapat menyebabkan spasme pada otot spinkter.

4. Jumlah larutan yang diberikan tergantung pada jenis enema, usia dan ukuran tubuh klien dan jumlah cairan yang bisa disimpan :
a. bayi, ≥ 250ml
b. toddler atau preschool, 250 – 350 ml
c. anak usia sekolah, 300 - 500ml
d. adolescent, 500 - 750ml
e. adult, 750-1000ml

5. Ketika enema diberikan, klien biasanya mengambil posisi lateral kiri, sehingga kolon sigmoid berada di bawah rektum sehingga memudahkan pemasukan cairan. Selama high enema, klien mengubah posisinya dari lateral kiri ke dorsal recumbent, kemudian lateral kanan. Pada posisi ini seluruh kolon dijangkau oleh air.

6. Insesrsi tube tergantung pada usia dan ukuran klien. Pada orang dewasa, biasanya dimasukkan 7,5 - 10cm, pada anak-anak 5-7,5cm dan pada bayi hanya 2,5-3,75 cm. Jika obstruksi dianjurkan ketika tube dimasukkan, tube harus ditarik dan obstruksi terjadi.

7. Kekuatan aliran larutan ditentukan oleh :
a. tingginya wadah larutan
b. ukuran tube
c. kekentalan cairan
d. tekanan rektum
Enema pada sebagian orang dewasa, wadah larutan tidak boleh lebih tinggi dari 30cm di atas rektum. Selama high enema, wadah larutan biasanya 30-45cm di atas rektum, karena cairan dimasukkan lebih jauh untuk membersihkan seluruh usus. Untuk bayi, wadah larutan tidak boleh lebih dari 7,5 cm di atas rektum.

8. Waktu yang diperlukan untuk memasukkan enema sebagian besar tergantung pada jumlah cairan yang dimasukkan dan toleransi klien. Volume yang banyak seperti 1000ml, mungkin membutuhkan waktu 10-15 menit. Untuk membantu klien menahan larutan, perawat dapat menekan bokongnya, agar terjadi tekanan di luar area anal.

9. Ketika larutan enema berada di dalam tubuh, klien mungkin merasa gembung, dan rasa tidak nyaman pada abdomen.

10. Ketika klien b.a.b, perawat bisa membantunya ke kamar kecil, tergantung pada pilihan klien dan kondisi fisik.

11. Pada pemberian enema yang dilakukan sendiri, orang dewasa dapat diatur posisi litotomi.

12. Ketika pemberian enema pada bayi, kaki bayi bisa ditahan dengan popok.

Prosedur pemberian enema
Persiapan pasien
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang
d. Prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
e. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
f. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
g. Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
h. Menjaga privasi klien.
i. Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
j. Pasien disiapkan dalam posisi yang sesuai

Peralatan
1. Disposible enema set
2. 1 set enema berisi
a. wadah untuk tempat larutan
b. pipa untuk menghubungkan wadah ke rectal tube
c. klem untuk menjepit pipa, untuk mengontrol aliran larutan ke pasien
d. rectal tube dengan ukuran yang tepat
e. pelumas yang digunakan untuk rectal tube sebelum dimasukkan
f. termometer untuk mengukur suhu larutan
g. sabun / garam.
h. sejumlah larutan yang dibutuhkan dengan suhu yang tepat. Larutan ditempatkan di wadahnya, diperiksa suhunya, kemudian menambahkan sabun / garam.
3. selimut mandi untuk menutupi klien
4. perlak agar tempat tidur tidak basah
5. bedpan


Intervensi
1. Tutup pintu/pasang sampiran (screen).
Rasional: memberikan privasi pada klien.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Rasional: pencegahan terjadinya transmisi bakteri.
3. Kaji kondisi anal dan deformitas.
Rasional: pengkajian merupakan tahap awal setiap prosedur yang akan memberikan informasi suatu tindakan dapat dilaksanakan atau tidak.
4. Jelaskan prosedur kepada klien bahwa ia mungkin akan merasakan gembung ketika larutan dimasukkan.
Rasional: memberikan informasi dapat meningkatkan kesiapan dan kerjasama pasien selama proses tindakan enema berlangsung.
5. Bantu klien orang dewasa atau usia toddle untuk mengambil posisi lateral kiri, dengan kali kanan fleksi dan beri selimut mandi.
Rasional: posisi ini memudahkan aliran larutan sesuai dengan gravitasi ke dalam sigmoid dan kolon descenden yang berada pada sisi kiri. Kaki kanan fleksi agar anus lebih tampak.
6. Letakkan perlak di bawah bokong klien agar sprey tidak basah.
Rasional: merupakan tindakan preventif untuk menjaga kebersihan tempat tidur.
7. Beri pelumas pada rectal tube 5cm jika untuk orang dewasa. Untuk anak-anak beberapa enema yang dijual sudah mempunyai tube yang sudah dilumasi.
Rasional: pelumas memudahkan masuknya tube melalui spinkter ani dan meminimalisir trauma.
8. Buka klem lewatkan beberapa larutan melalui pipa penghubung dan rectal tube, kemudian tutup klem.
Rasional: pipa diisi dengan larutan untuk mengeluarkan udara di dalamnya. Udara yang masukke dalam rektum menyebabkan peregangan yang tidak perlu.
9. Masukkan rectal tube dengan lembut dan perlahan ke dalam rektum, tujukan ke unbilikus. Masukkan tube dengan jarak yang tepat.
Rasional: pemasukan pipa k eumbilikus memandu opipa di sepanjang rektum. Rectal tube dimasukkan melewati spinkter internal
10. Jika terjadi tahanan di spinkter internal, suruh klien untuk bernapas dalam dan lewatkan sedikit larutan melalui pipa. Jika tahanan berlangsung lama, tarik pipa dan laporkan pada perawat yang bertanggung jawab
Rasional: bernapas dalam dan memasukkan sedikit larutan bisa membuat spinkter rileks.
11. Jika tidak ada tahanan, buka klem dan angkat wadah larutan ke atas rektum pada ketinggian yang tepat ; 30-45cm untuk dewasa dan 7,5 untuk bayi
Rasional: pada ketinggian ini, larutan tidak mendesak tekanan yang cukup untuk mengganti kerusakan lapisan pada rektum
11. Masukkan cairan dengan perlahan. Jika klien mengeluh merasa gembung atau nyeri, gunakan klem untuk menghentikan aliran selama 30 detik, kaji warna kulit, keringat, dyspnoe. Jika tidak dijupai kelainan buka kembali alirannya dengan kecepatan yang rendah.
Rasional: memasukkan cairan dengan perlahan dan menghentikan aliran untuk sementara menurunkan kemungkinan spasme intestinal dan pengeluaran yang dini pada larutan.
13. Setelah semua larutan dimasukkan atau ketika klien tidak bisa menerima lagi dan ingin b.a.b, tutup klem dan keluarkan rectal tube dari anus
Rasional: keinginan untuk b.a.b biasanya mengindikasikan bahwa cairan yang masuk sudah cukup
14. Gunakan tekanan yang tetap pada anus dengan tissu atau tekan bokong untuk membantu menahan enema. Biarkan klien dalam posisi berbaring.
Rasional: beberapa enema lebih efektif jika ditahan 5-10 menit. Waktunya tergantung pada jenis enema. Klien lebih mudah menahannya pada posisi berbaring daripada ketika duduk atau berdiri, karena gravitasi membantu pengaliran peristaltik.
15. Bantu klien untuk duduk pada bedpan atau toilet. Jika spesimen feses dibutuhkan anjurkan klien menggunakan bedpan
Rasional: posisi duduk lebih dianjurkan karen amembantu proses defekasi
16. Suruh klien agar tidak menyiram toilet jika ia selesai menggunakannya.
Rasional: untuk mengevaluasi output/keberhasilan tindakan enema
17. Catat pemasukan dan pengeluaran enema; jumlah, warna, konsistensi, pengeluaran flatus dan perenggangan abdomen.
Rasional: Pencatatan merupakan aspek legal sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat.

Pemberian enema pada pasien yang tidak bisa mengontrol diri
Kadang-kadang perawat perlu memberikan enema untuk klien yang tidak bisa mengontrol otot spinkter externalnya dan lalu tidak bisa menahan larutan enema untuk beberapa menit. Pada kasus ini klien dianjurkan pada posisi supine di atas bedpan. Bagian kepala dari bedpan bisa sedikit disudut, misal 30 derajat jika perlu, dan kepala dan punggung klien ditahan dengan guling. Perawat mengenakan sarung tangan untuk memegang rectal tube, untuk mencegah kontak langsugn dengan larutan dan feses yagn dikeluarkan dengan tangan ke dalam bedpan selama pemberian enema.

Hal-hal yang perlu diperhatikan
Penggunaan enema yang tidak benar dapat menyebabkan tergangguanya keseimbangan elektrolit tubuh (pemberian enema berulang) atau perlukaan pada jaringan kolon atau rektum hingga terjadinya perdarahan bagian dalam. Perlukaan ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi, perdarahan dalam kolon terkadang tidak nampak secara nyata tetapi dapat diketahui melalui perubahan warna feces menjadi merah atau kehitaman. Jika terdapat tanda ini maka diperlukan tindakan medis dengan segera.
Tindakan enema juga dapat merangsang nervus vagus yang memicu terjadinya arritmia misalnya bradikardi. Tindakan enema tidak dapat diberikan selagi adanya nyeri perut yang belum diketahui penyebabnya, peristaltik usus dapat menyebabkan peradangan apendiks hingga pecahnya apendiks.

IMPLEMENTASI
1. Mengkaji pola defekasi klien
2. Mengkaji pola makanan dan cairan klien
3. Mengkaji kondisi anal dan deformitas klien
4. Menjelaskan prosedur dan tahapan – tahapan pada pemberian enema pada klien
5. Menjelaskan tujuan dan manfaat pemberian enema pada klien
6. Memberikan tindakan enema

EVALUASI
Klien akan :
· Menetapkan waktu yang teratur untuk defekasi
· Berpartisipasi dalam program latihan yang teratur
· Memakan makanan sesuai dengan diet yang ditentukan
· B.A.B dengan nyaman dan lancar
· Minum + 2000 ml cairan / hari
· Tidak terjadi defekasi pada saat dilakukan tindakan operasi
· Sukses pada pemeriksaan diagnostic radiologi

DAFTAR PUSTAKA

Carol Taylor Et All, 1997, Fundamental Of Nursing, Lippincott Raven Washington.
Chen TS, Chen PS (1989). "Intestinal autointoxication: a medical leitmotif". Journal of Clinical Gastroenterology.
De Boer AG, Moolenaar F, de Leede LG, Breimer DD (1982). "Rectal drug administration: clinical pharmacokinetic considerations". Clin Pharmacokinet 7 (4): 285–311.
Deeb, Benjamin, Enemas for Everyone: A Case Study of Alexander Moaveni, University of Nebraska Press, 2000
E.M.D. Ernst (June 1997), Journal of Clinical Gastroenterology: 196-198.
FDA, Code of Federal Regulations, Title 21 Food and Drugs, Subchapter H -- Medical Devices, Part 876 -- Gatroenterology-Urology Devices.
Kaiser (1985). "The Case Against Colonic Irrigation". California Morbidity (38).
Locke GR, Pemberton JH, Phillips SF (2000). "AGA technical review on constipation". Gastroenterology.
Patricia A. Potter Et All. Fundamental Of Nursing, Concepts Process & Practice, Third Edition, 1992, Mosby Year Book Washington.
Priscilla Lemone, Medical Surgical Nursing, Critical Thinking In Client Care, 1996. Addisson Wesley Nursing
Sandra M. Nettina, Manual Of Nursing Practice, 6 Th Edition, 1996 , Lippinciott Raven Publishers.
Webber, Edith. Basic In-Home Colon Cleansing: An Illustrated Guide. Health Management Research Institute 2003, USA.
Whorton J (2000). "Civilisation and the colon: constipation as the "disease of diseases".

Friday 5 December 2008

TEORI KEPERAWATAN MENURUT JEAN WATSON

MANUSIA sebagai FOKUS SENTRAL
Keperawatan sebagai sains tentang human care didasarkan pada asumsi bahwa human science and human care merupakan domain utama dan menyatukan tujuan keperawatan. Sebagai human science keperawatan berupaya mengintegrasikan pengetahuan empiris dengan estetia, humanities dan kiat/art (Watson,1985). Sebagai pengetahuan tentang human care fokusnya untuk mengembangkan pengetahuan yang menjadi inti keperawatan, seperti dinyatakan oleh Watson (1985) human care is the heart of nursing. Pandangan tentang keperawatan sebagai sains tentang human care adalah komprehensif. Ini termasuk pengembangan pengetahuan sebagai basis dalam area-area :
1. Pengkajian terhadap kondisi manusia
2. Eksplikasi dari pengalaman manusia dengan, dan responnya terhadap berbagai kondisi sehat-sakit
3. Telaah terhadap pengelolaan kondisi-kondisi yang menyertainya
4. Deskripsi dari atribut-atribut caring relationship
5. Studi tentang sistem untuk bagaimana human care mesti diwujudkan
Dalam eksplikasi sains tentang human care pencarian harus termasuk beragam metoda untuk memperoleh pemahaman utuh dari human phenomena. Pencarian ini harus memfasilitasi integrasi pengetahuan dari biomedical,perilaku,sosiokultural, seni dan humaniora untuk menemukan pengetahuan keperawatan baru. Melalui strategi integrasi dan analisis, dunia objektifitas dapat dihubungkan dengan dunia subjektif dari pengalaman manusia untuk mencapai linkage ini. Perspektif tentang human science memberi kesempatan bagi pemikir/peneliti keperawatan untuk melakukan telaah terhadap keilmuan keperawatan dan arahnya, guna meletakkan dasar-dasar subject matter serta tanggung jawab ilmiah dan sosialnya. Melalui perspektif ini, kajian terhadap makna,nilai etika tentang manusia, kesehatan dan keperawatan dapat dilakukan.
Dalam pandangan keperawatan manusia diyakini sebagai person as a whole, as a fully functional integrated self. Dalam konsep holism ini, manusia dilihat sebagai sosok yang utuh, …..the human is viewed as greater than, and different from, the sum of his or her parts …. (Watson,1985:14) yang bermakna bahwa keberadaan berbagai aspek dari diri seorang manusia, secara bersama-sama berfungsi dan berespon untuk mewujudkan keutuhannya. Karena keutuhan ini maka manusia itu unik, berbeda dari manusia lain. Manusia juga diyakini sebagai sistem terbuka (openned system), yang berinteraksi dengan manusia lain dan lingkungannya secara dinamis, berkesinambungan dan itu semua penting untuk perkembangan personalnya. Pandangan dasar tentang manusia ini, yang dalam paradigma keperawatan merupakan fokus sentral pada saatnya memberi arah pada eksplorasi tentang human science , human responses (to health and illness) dan human care serta menuntun perawat untuk memahami dan memperlakukan manusia lain (klien) secara utuh, unik dan manusiawi.

SEHAT/KESEHATAN
• Watson (1985:48) menyatakan sehat sebagai unity and harmony within the mind,body and soul. Its also associated with the degree of congruence between the self as perceived and the self as experienced, Such a viewed of health focuses on the entire nature of the individual in his or her physical,social.esthetic and moral realms-instead of just certain aspects oh human behavior and physiology. Definisi tersebut mengungkap bahwa sehat merupakan kondisi yang utuh dan selaras antara badan,pikiran dan jiwa; dan ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian antara diri yang dipersepsikan dan diri yang diwujudkan. Pandangan tentang kesehatan berfokus pada individu secara utuh meliputi hal-hal yang bersifat fisik,sosial,etis dan moral, tidak sekedar berfokus pada aspek-aspek perilaku dan fisiologi manusia semata. Dari beberapa konsep sehat (dan sakit/illness) diatas dapat dikemDari beberapa konsep sehat (dan sakit/illness) diatas dapat dikemukakan beberapa hal prinsip antara lain :
• Sehat menggambarkan suatu keutuhan kondisi seseorang yang sifatnya multidimensional, yang dapat berfluktuasi tergantung dari interrelasi antara faktor-faktor yang mempengaruhi.
• Kondisi sehat dapat terwujud bila kebutuhan dasar manusiawinya terpenuhi.
• Kondisi sehat dapat dicapai karena adanya kemampuan seseorang untuk beradaptasi terhadap lingkungan baik internal maupun eksternal.
• Sehat tidak dapat dinyatakan sebagai suatu kondisi yang berhenti pada titik tertentu, tetapi berubah-ubah tergantung pada kapasitasnya untuk berfungsi pada lingkungan yang dinamis.
• Sehat sebagai suatu kondisi keseimbangan yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh (manusia) karena keberhasilannya menyesuaikan diri terhadap pengaruh-pengaruh yang dapat mengganggu (agent,environment).


• Carative factor menurut Watson adalah mencoba menghargai dimensi manusia dalam perawatan dan pengalaman-pengalaman subjektif dari orang yang kita rawat.

A. CARRATIVE FACTOR
Elemen-elemen yang terdapat dalam carative factor adalah:
1. Nilai-nilai kemanusiaan dan Altruistik(Humanistic-Altruistic System Value )
2. keyakinan dan harapan(Faith and Hope)
3. Peka pada diri sendiri dan kepada oran lain(Sensitivity to self and others)
4. Membantu menumbuhkan kepercayaan,membuat hubungan dalam perawatan secara manusiawi
5. Pengekspresian perasaan positif dan negative
6. Proses pemecahan masalah perawatan secara kreativ (creative problem-solving caring process)
7. Pembelajaran secara transpersonal(transpersonal teaching learning)
8. Dukungan,perlindungan,perbaikan fisik,mental,social dan spiritual.
9. Bantuan kepada kebutuhan manusia(Human needs assistance)
10. Eksistensi fenomena kekuatan spiritual.

Dari kesepuluh carrative factors diatas, Caring dalam keperawatan menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya (Watson,1985) ini berkenaan dengan proses yang humanitis dalam menentukan kondisi terpenuhi tidaknya kebutuhan dasar manusia dan melakukan upaya pemenuhannya melalui berbagai bentuk intervensi yang bukan hanya berupa kemampuan teknis tetapi disertai “warmth, kindness, compassion”. Watson kemudian memperkenalkan “clinical caritas process”(CCP),untuk menempatkan carative factor nya,yang berasal dari bahasa yunani “cherish”,yang berarti memberi cinta dan perhatian khusus.Jadi clinical caritas process adalah suatu praktek perawatan pasien dengan sepenuh hati kesadaran,dan cinta.


Clinical caritas process,adalah sebagai berikut:
v Merawat pasien dengan penuh kesadaran,sepenuh hati dan cinta.
v hadir secara jiwa dan raga,supportif dan mampu mengekspresikan perasaan negative dan positif dari dasar-dasar nilai spiritual diri dalam hubunganya dengan pasien sebagai one-being-cared-for.
v Budidaya nilai spiritual dan transpersonal,melampaui diri sendiri dan supaya lebih terbuka peka dan iba.
v kreatif menggunakan diri dan segala cara dalam proses perawatan,secara artistk,sebagai bagian dari caring-healing-practice.
v menciptakan lingkungan penyembuhan di semua level,fisik dan non fisik,dengan penuh kesadaran dan keseluruhan,yang memperhatikan keindahan,kenyamanan,kehormatan dan kedamaian.
v Terlibat dalam proses pengalaman belajar mengajar,yang dihadirkan sebagai kesatuan “menjadi dan berarti”(being and meaning),dan mencoba melihat dan mengacu pada kerangka berfikir orang lain.

B. TRANSPERSONAL CARING RELATIONSHIP
Menurut Watson(1999),transpersonal caring relationship itu berkarakteriskkan hubungan khusus manusia yang tergantung pada:
v Moral perawat yang berkomitmen melindungi dan meningkatkan martabat manusia seperti dirinya atau lebih tinggi dari dirinya.
v Perawat merawat dengan kesadaran yang dikomunikasikan untuk melestarikan dan menghargai spiritual ,oleh karena itu tidak memperlakukan seseorang sebagai sebuah objek.
v Perawatan berkesadaran bahwa mempunyai hubungan dan potensi untuk menyembuhkan sejak,hubungan,pengalaman dan persepsi sedang berlangsung.

v Hubungan ini menjelaskan bagaimana perawat telah melampaui penilain secara objektif,menunjukkan perhatian kepada subjektifitas seseorang, dan lebih mendalami situasi kesehatan diri mereka sendiri.Kesadaran perawat menjadi perhatian penting untuk keberlanjutan dan pemahaman terhadap persepsi orang lain.
v Pendekatan ini menyoroti keunikan dari kedua belah pihak,yaitu perawat dan pasien,dan juga hubungan saling mneguntungkan antara dua individu,yang menjadi dasar dari suatu hubungan.Oleh karena itu,yang merawat dan yang di rawat keduanya terhubung dalam mencari makna dan kesatuan,dan mungkin mampu merasakan penderitaan pasien.
v Istilah transpersonal berarti pergi keluar diri sendiri dan memungkinkan untuk menggapai kedalaman spiritual dalam meningkatkan kenyamanan dan penyembuhan pasien.Pada akhirnya,tujuan dari transpersonal caring relationship adalah berkaitan dengan melindungi,meningkatkan dan mempertahankan martabat ,kemanusiaan,kesatuan dan keselarasan batin.

C. CARING OCCATION/MOMENT
v CARING OCCATION menurut Watson(1988, 1999) adalah kesempatan (mengenai tempat dan waktu) pada saat perawat dan orang lain datang pada saat human caring dilaksanakan , dan dari keduanya dengan phenomena tempat yang unik mempunyai kesempatan secara bersama datang dalam moment interaksi human to human . Bagi Watson (1988 b, 1999) bidang yang luar biasa yang sesuai dengan kerangka refensi seseorang atau perasaan-perasaan yang dialami seseorang , sensasi tubuh, pikiran atau kepercayaan spiritual , tujuan-tujuan, harapan-harapan pertimbangan dari lingkungan, arti persepsi seseorang kesemuanya berdasar pada pengalaman hidup yang dialami seseorang , sekarang atau masa yang akan . Watson (1999) menekankan bahwa perawat dalam hal ini sebagai care giver juga perlu memahami kesadaan dan kehadiranya dalam moment merawat dengan pasienya , lebih lanjut dari kedua belah pihak perawat maupun yang dirawat dapat dipengaruhi oleh perawatan dan tindakan yang dilakukan keduanya , dengan demikian akan menjadi bagian dari pengalaman hidupnya sendiri
Caring occation bisa menjadi tranpersonal bilamana memungkinkan adanya semangat dari keduanya(perawat dan pasien) kemudian adanya kesempatan yang memungkinkan keterbukaan dan kemampuan –kemampuan untuk berkembang. (Watson 1999 , pp. 116-117)